Pramoedya Ananta Toer selalu menyebut karya-karya yang ditulisnya sebagai anak-anak rohaninya. Anak-anak rohani itu menurut Pram (sapaan akrab Pramoedya A. Toer) ada yang mati muda dan ada pula yang tumbuh dewasa dan menjadi saksi berjalannya sejarah. Salah satu anak rohaninya yang tumbuh dewasa bahkan melegenda adalah Bumi Manusia. Bumi Manusia adalah novel roman pertama dari Tetralogi Buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa,Jejak Langkah, Rumah Kaca.
Sejarah Penulisan Bumi Manusia
Penulisan novel Bumi Manusia ini dilakukan Pram pada saat ia diasingkan ke Pulau Buru, kepulauan Maluku selama sepuluh tahun 1969-1979. Selama proses pengasingan tanpa peradilan di masa orba itulah pram mulai menceritakan kepada rekan-rekannya didalam penjara tentang sekuel cerita Bumi Manusia itu. Barulah pada tahun 1980, setelah mengumpulkan catatan-catatan kecil tentang cerita itu yang diselundupkan ke tempat pengasingan, novel pertama Bumi Manusia pun terbit.
Setelah beberapa bulan beredar, Bumi Manusia menjadi bacaan yang terlarang di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Novel tersebut dianggap mengandung ajaran PKI, yang pada itu Soeharto tengah mengkampanyekan perlawanan terhadap PKI. Buku Pram tersebut menjadi simbol perlawan bagi golongan kiri yang bersebarangan dengan pemerintah.
Kisah cinta yang syahdu dalam balutan kolonialisme
Kisah cinta antara seorang pribumi bernama Minke sebagai tokoh utama dalam novel roman ini, dengan seorang putri keluarga terpandang bangsa Belanda bernama Annelies. Pertemuan mereka bermula ketika seorang kerabat mengajak Minke kerumah Annelies pada acara ulang tahun saudaranya Robert.
Dari situlah Minke dan Annelies kian dekat, begitu juga hubungan Minke dengan ibunda Annelies, Nyai Ontosoroh. Lambat laun Minke mulai mendapat ilmu yang sangat berguna dari seorang Nyai Ontosoroh tentang perlawanan terhadap kolonialisme. Nyai Ontosoroh yang juga seorang pribumi yang dijadikan gundik oleh seorang Belanda sangat mengerti dengan perlawanan tersebut. Dan pada akhirnya guru Minke tersebut menjadi mertua nya. Minke dan Annelies memtuskan untuk menikah pada usia yang masih sangat muda. Dan hubungan keluarga itu kian akrab, perlawanan terhadap kolonialisme pun semakin gencar mereka lakukan.
Gejolak diri dan perlawanan yang dilakukan!
Novel ini mengangkat cerita tentang keberanian seorang pribumi melawan Imperialisme Belanda. Lewat ilmu pengetahuannya yang tinggi, Minke mencela bangsanya yang masih terus percaya takhayul dan takut untuk berdiri diatas pikiran sendiri untuk melawan Kolonialisme. Celaan tersebut bertujuan supaya bangsa bergerak maju dalam pikirannya suapay lebih berani melakukan hal-hal yang berlawanan dengan ketidakadilan.
Selain penokohan Minke yang sangat menonjol, mertuanya Nyai Ontosoroh merupakan tokoh yang juga menjadi idola dalam novel ini. Kegigihan Nyai dalam mengendalikan usaha untuk membiayai hidup dirinya dan anak-anaknya mendapat simpati yang besar dari sebagian pembaca. Suaminya yang seorang Belanda lebih senang bermain plesiran debanding mengurusi keularganya. Namun segigih apapun seorang wanita dalam bekerja, mereka tetap dianggap warga kelas dua pada masa itu. Hal itulah yang mendasari Nyai Ontosoroh dan Annelies untuk melawan pandangan orang-orang di masa itu.
Itulah sepenggal kisah dalam novel roman Bumi Manusia ini, berbagai tragedi, gejolak dan rasa muak terhadap penguasa yang sewenang-wenang terlukis indah memalui ujung jemari Pramoedya Ananta Toer. Berbagai konflik lainnya akan anda temui jika sudah membaca novel fenomenal ini.
Saya menutup ulasan ini dengan sebuah quote dalam novel: "sebagai seorang terpelajar, sudah sepatutnya bersikap adil sejak dalam pikiran. Apalagi dalam perbuatan".
Tags:
Review
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantap kawan.. jangan segan² mampir ke www.blackspot88.blogspot.com
BalasHapusterimakasih sudah berkunjung.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapussalah satu buku yang jadi favorit jaman SMP-SMA
BalasHapus(duh kelihatan ya kalau udah tua)